Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2009

Memperlihatkan Dalam Beribadah

Ibadah sudah seharusnya diperlihatkan, dipertontonkan, dan dipertunjukkan. Sehingga dapat dipastikan bahwa kita sedang ibadah.Dengan ditunjukkannya ibadah kita, maka akan menaikkan kualitas dari nilai ibadah tersebut. Sudah saatnya bagi kita semua untuk memperlihatkan dan menunjukkan pelaksanaan ibadah agar disebut orang yang taat dan bertaqwa. Dimulai dari akan beribadah, sudah harus diniatkan untuk memperlihatkannya. Pada saat melakukannya, berusahalah apa yang kita lakukan dilihat. Lakukan secermat-cermatnya hingga semua proses ibadah itu diperhatikan. Setelah selesai, nyatakan sekuat-kuatnya bahwa kita selesai beribadah. Perlihatkan ibadah kita....... ....... Perlihatkanlah kepada ALLAH SWT. Hanya kepada ALLAH. Berusahalah untuk menunjukkan, memperlihatkan, mempertontonkan ibadah kita kepada ALLAH. Tunjukkan yang terbaik yang bisa kita lakukan pada saat beribadah. Tunjukkan bahwa tidak ada aktifitas lain yang kita lakukan, tidak ada tujuan yang kita maksudkan, tiada keinginan lain

Episode Hari

“Untung bisa menghindar (lho?). Kalau tidak, aku sudah masuk lobang”, batinku berucap. Klasik! Tidur terlalu larut. Habis sholat shubuh nambah tidur. Bangun kesiangan. Kupacu motorku menembus hiruk pikuknya jalan raya. Kalau seandainya pada kedua tanganku adalah handle gas, mungkin kedua-duanya sudah kutarik habis. Sesampainya di tempat kerja, seseorang yang sebelumnya telah berjanji bertemu denganku masih menunggu. “Untung aku ngebut tadi (lho!). Kalau tidak, sudah pergi dia”, kembali batinku berucap. Dalam pertemuan, terjadi sesuatu yang sangat tidak diharapkan. Proyektor untuk presentasi tidak bisa dipakai! Mati Total! Bagian Rumah Tangga kalang kabut berusaha memperbaiki proyektor tersebut. Segera kubawa televisi 29 inch dari bagian perbaikan dan kuhubungkan laptop ke televisi tersebut. Beres! “Untung ada televisi (lho koq!). Kalau tidak, gagal presentasi yang sudah kususun tadi malam.” Menjelang siang, pertemuan selesai. Tidak ke tempat ruangan kerjaku, aku keluar kantor dengan mo

Selamat Datang di Dunia Orang Mati

By : Eman Kaki melangkah menyusuri jalan Secara pasti walau perlahan Sangat hati-hati dengan nafas tertahan Mencari makna Dzat yang disebut Tuhan Mendapati diriku pada suatu tempat Bangunan menjulang saling rapat Seakan diri telah tersesat Kesadaran diri hilang sesaat Anak-anak bersenda gurau Pekerja lalu lalang tanpa hirau Para pedagang saling meracau Kehidupan dunia telah sangat memukau Mereka makan nasi dan roti Tanpa dzikir di dalam hati Bekerja tiada henti Sampai-sampai lupa suatu saat akan mati Sebaris kalimat terlihat pasti Sepintas membuat hati menjadi ngeri Ahh…. Akhirnya aku mengerti “Selamat datang di dunia orang mati”

Hanya Sedikit

Pak Pandai adalah julukannya. Sebenarnya ia adalah seorang guru, syaikh, atau sebutan lainnya, pada sebuah pesantren miliknya. Ketika sedang asyik memperhatikan kegiatan santri-santrinya sambil menghisap rokok kegemarannya, seorang santri menghampirinya dan bertanya: “Guru, bukankan dalam banyak mazhab fiqh menetapkan bahwa merokok itu haram hukumnya?” “Benar. Tetapi sebagian ulama masih menyatakan bahwa hukumnya makruh”, jawab Pak Pandai santai. “Dalam satu kesempatan, guru pernah menyatakan bahwa salah satu akar kata dari makruh adalah karahah, yang artinya terpaksa.” “Apa keadaan yang memaksa kita, sehingga kita diperbolehkan merokok?” “Ya, dalam hal ini kita cukup mengambil arti umum dari makruh”, jawab Pak Pandai. “Maksudnya apa, guru?” “Seperti yang telah umum diketahui bahwa makruh adalah apabila dilaksanakan tidak mengapa, apabila ditinggalkan dapat pahala.” “Bukankah lebih baik kita dapat pahala?” tanya santri itu dengan cepat. “Tetapi khan tidak mengapa apabila dilakukan”, ja

Jangan Pernah Tersenyum, Kalau .............

“Kenapa sih senyum termasuk ibadah, pak?” tanya anakku. Degggg!!!!!!!!! Gada kebodohan menghantam hatiku. Galau melimbahi perasaanku. Seketika hilang keyakinanku akan apa yang sudah aku lakukan. Anakku yang baru kelas 4 SD, menanyakan sesuatu yang tidak pernah aku sangka, bahkan duga. Pertanyaan yang sepele, tetapi seperti gelegak magma yang menghancurkan dinding-dinding keyakinan hatiku. Senyum adalah hal yang biasa aku lakukan, tetapi hempasan pertanyaan itu seperti melemparkanku pada palung kehampaan yang disusul oleh deburan-deburan pertanyaan ”Apakah selama ini senyum yang biasa kulakukan termasuk ibadah?” Apakah senyum yang aku lemparkan pada sahabatku adalah senyum yang bukan dikarenakan aku mengharapkan pertolongan darinya pada saat aku susah? Apakah senyum yang aku lemparkan pada orang kaya adalah senyum yang bukan karena ketertundukanku pada harta mereka? Apakah senyum yang aku lemparkan pada orang miskin adalah senyum yang bukan karena merasa mempunyai harta berlebih? Apakah

Hari Pertama di Kelas Pertama

Malam ini saya bertemu dengan diri saya. Saya melihatnya sedang terbaring, tidur nyenyak dengan posisi miring ke kiri. Tarikan nafasnya yang teratur, tidak memperdulikan gegap gempita dunia malam di luar sana yang hingar bingar dengan kemaksiatan. Tidak lama kemudian dia pun berbalik arah menjadi posisi miring kanan. Sedikit menggumam sesuatu yang tidak jelas didengar. Tarikan nafasnya kembali teratur, tidur dengan nyenyaknya, tanpa ikut menikmati para pemburu ridho Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang telah tenggelam sedalam-dalamnya dalam lautan khusyu sujud diatas hamparan sajadah. Derum sebuah sepeda motor melintas di depan rumah seakan membuatnya terjaga. Tetapi tidak! Dia hanya merubah posisi tidurnya menjadi terlungkup memunggungi saya. Kali ini tarikan nafasnya sangat kuat. Mungkin karena dadanya meminta udara yang lebih banyak. Tetapi tetap tidur dengan nyenyak. Apakah dia mengetahui bahwa bumi yang sedang dihadapi sekarang berisi milyaran manusia yang terkubur didalamnya