Sudah tanggal 13 Dzulhijjah, sudah
3 hari terlewat dari hari ‘Idul Adha 1433H. Hari yang mana nama lainnya adalah
‘Idul Qurban ini, adalah hari dimana umat Islam melaksanakan penyembelihan
hewan qurban dari orang-orang yang mampu.
Sedianya daging dari hasil
penyembelihan tersebut adalah untuk orang-orang faqir miskin sebagai orang yang
berhak atasnya. Sebagaimana zakat fitrah maka daging qurban ini disalurkan
kepada faqir miskin adalah sebagai pemberi rasa gembira bagi mereka disaat hari
raya ‘Idul Adha ini.
Tetapi sayangnya, sebagaimana
zakat fitrah pula, banyak hal-hal yang tidak elok dilakukan oleh para
penyelenggara penyembelihan hewan qurban. Daging sembelihan yang seharusnya
disampaikan kepada para faqir miskin malah diberikan kepada orang-orang yang
notabene mampu. Lihatlah penyembelihan yang dilakukan di komplek-komplek
perumahan dimana daging qurban justru banyak beredar disekitar penghuni komplek
yang sebenarnya mereka mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari dan masih dapat
makan 3 kali sehari. Yang terjadi bahkan apabila mereka tidak memperoleh daging
qurban, mereka kecewa dan protes kepada panitia qurban atas kejadian tersebut.
Memang dibolehkan bagi yang berqurban untuk makan sedikit. Sedikit bukan
banyak. Sebagaimana firman Allah :
… supaya mereka menyebut nama
Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan
kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan
(sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi
fakir.
(Al Hajj : 28)
Begitu juga apabila faqir miskin mendapatkan haq nya, tetapi
mereka mendapatkan sedikit dibanding yang diberikan panitia kepada orang mampu.
Bahkan banyak terjadi justru panitia mendapat jauh lebih banyak bahkan lebih
baik dibanding yang diberikan kepada faqir miskin. Panitia mendapatkan daging
dan jeroan yang bagus-bagus, sedangkan faqir miskin mendapatkan tulang-tulang
dan sedikit daging beserta jeroan sisa.
Hal lain adalah penjagal atau penyembelih hewan qurban yang
biasanya di kota-kota diberikan ongkos menyembelih yang diperoleh dari orang
yang berqurban. Para penyembelih ini masih
saja meminta bagian daging qurban, bahkan tidak sedikit memisahkan bagian dari
hewan qurban, seperti kepala dan kulit, untuk mereka pribadi. Dapat dikatakan
bahwa para penyembelih itu dibayar atas apa yang dilakukannya, maka tidak
seharusnya mereka minta bagian daging qurban berdasar atas penyembelihan itu.
Terkecuali para penyembelih itu memang termasuk orang yang berhaq menerima.
Begitu pula dengan bagaimana memperlakukan kulit dari hewan
qurban. Seluruh bagian hewan qurban adalah shodaqoh dari yang berqurban bagi
faqir miskin, bahkan hingga bulu-bulu hewan tersebut. Tidak seharusnya sebagian
dari hewan qurban itu dijual, termasuk kulitnya. Dikebanyakan penyelenggaraan
penyembelihan hewan qurban, kulit-kulit dijual dengan alasan tidak akan berguna
bagi faqir miskin. Asumsi panitia yaitu “masa iya kulit juga dipotong-potong
kemudian dibagikan juga? Itu tidak berguna. Lebih baik dijual lalu hasilnya
dimasukkan kas masjid.”.
Ada
juga yang memberikan kulit-kulit hewan qurban kepada para penyembelih sebagai
upah.
Telah jelas dan terang dalilnya pada hadits Nabi, yaitu :
Dari Sa’id, telah berkata Rasulullah SAW : “Janganlah kamu
jual daging denda haji dan daging qurban, dan makanlah dan sedekahkanlah
dagingnya itu, dan ambillah manfa’at kulitnya dan jangan dijual kulitnya.”
(HR. Ahmad)
-----
Ali
Radhiyallahu ‘anhu berkata.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memerintahkanku agar aku mengurusi onta-onta kurban Beliau,
menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan
sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan Beliau bersabda :
“Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami”
[HR Muslim no. 348, 1317]
-----
Hadits
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
“Artinya
: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak
ada kurban baginya”.
-----
Bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, kulit-kulit dijual untuk
biaya operasional pelaksanaan penyembelihan seperti pembelian tali, kertas
karton atau kardus, minuman, dan lain lain. Padahal untuk hal ini panitia juga
membebankan kepada yang berqurban dalam ongkos potong hewan qurban.
Melihat kondisi-kondisi diatas, maka jangan banyak berharap
didapat rasa empati terhadap penderitaan kaum faqir miskin. Disaat mereka
seharusnya ikut berbahagia didalam hari raya, masih saja haq mereka disunat
bahkan dikebiri. Tidak pula dapat diharapkan dikuranginya kemiskinan diantara
saudara-saudara kita yang belum beruntung, karena masih banyak orang-orang yang
tidak bertanggung jawab melakukan perbuatan kotor dalam penyaluran haq-haq kaum
faqir miskin. Juga jangan banyak berharap orang-orang kotor itu tersadar selama
ada sebagian orang yang disebut ustadz-ustadzah memelintirkan dalil-dalil untuk
memperoleh kenikmatan dunia yang mana padahal itu adalah api neraka yang mengelegak
dalam perut mereka. Na’udzu billahi min dzalik.
Wallahu a'lam bish showab.
-----
Komentar
Posting Komentar