Bukan tanpa alasan penulis menyebut informasi yang beredar saat ini 'telanjang' (pada artikel sebelumnya). Lihat saja berita yang bersliweran di media sosial.
Banyak berita yang isinya cuma asumsi, perkiraan, tebakan, wacana, dan lain-lain berita yang tanpa dasar yang jelas - dianggap sebuah berita yang valid dan pasti kebenarannya.
Tidak sedikit dengan alasan agar banyak yang mengunjungi akun media sosialnya, dibuatnya berita dengan menukil dan mengambil potongan berita dari sana sini lalu kemudian disatukan, dan dibuat olehnya seakan berita tersebut adalah sahih, terpercaya.
Kemudian banyak pengguna media sosial pun berlomba-lomba menjadi yang pertama menyebar berita tersebut tanpa disaring lagi. Dengan bangganya disebarnya berita tersebut, tanpa lagi diperiksa bahwa berita yang ia sebarkan hanyalah berita yang dipabrikasi. Semuanya di-share mentah-mentah. Bahkan yang men-share besar kemungkinan hanya sedikit membaca isi berita itu, atau sama sekali tidak membacanya. Yang penting sudah share, dan kemudian merasa bangga.
Tanpa berfikiran akibat baik buruknya, efek yang terjadi selanjutnya, ataupun kerusakan yang ditimbulkan setelahnya. Ia tidak berfikir bila ia telah menebar berita yang membuat orang lain takut, cemas, tidak nyaman, bahkan paranoid.
Apabila ada pengguna media sosial lainnya yang mengingatkannya bahwa ia telah menyebarkan berita hoax, ia hanya akan menjawab, "dapat dari grup sebelah", "ada yang ngirim ke WA saya", "saya cuma share aja". Atau minimal diam, tidak mengkoreksinya, atau tidak juga meminta maaf atas apa yang ia lakukan itu.
Inilah mengapa berita saat ini disebut 'telanjang'. Terlihat jelas. Tanpa malu, tanpa hati dan juga tanpa perasaan.
Wallahu a'lam
-----
Komentar
Posting Komentar