Banyak orang berusaha untuk dapat memiliki harta yang dapat mencukupi keinginannya. Padahal kata "Cukup" sangat relatif bagi setiap orang dalam setiap kondisi. Orang yang satu dengan orang lainnya berbeda ukuran "cukup" dalam hidupnya. Orang yang sama berbeda takaran "cukup" dalam kondisi yang berbeda.
Kata "cukup" bagi seorang petani, berbeda dengan "cukup"nya seorang pedagang. Begitu juga dengan pegawai, buruh, nelayan, supir kendaraan umum, dan lain sebagainya.
"Cukup" juga berbeda bagi orang yang sama dalam kondisi yang berbeda. Saat orang tersebut berada di desa, "cukup"nya akan berbeda saat ia tinggal di kota. Saat ia hanyalah seorang pegawai biasa, akan berbeda bila ia menjadi seorang pimpinan perusahaan.
Sebelumnya cukup menggunakan angkutan umum ke tempat kerja, lalu perlu sepeda motor, lalu mobil, lalu supir, lalu penjaga, dan " lalu-lalu" lainnya...
Sebelumnya cukup dengan rumah yang sederhana, lalu ingin yang lebih besar, lalu ingin yang lebih luas, ingin yang lebih mewah, yang lebih megah, dan "lebih-lebih" lainnya......
Ukuran dan takaran "cukup" yang sangat bervariasi inilah yang membuat orang berlomba-lomba ingin memiliki harta yang banyak, sehingga melalaikan kewajibannya sebagai hamba Allah. Siang malam mengejar harta benda, sehingga lupa bahwa itu hanyalah hal yang bersifat sementara, tidak kekal, tidak abadi.
"Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga
tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya
mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat
warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu."
(Al Hadiid 57 : Ayat 20)
(Al Hadiid 57 : Ayat 20)
"Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit)."
(Ar Raad 13 : Ayat 26)
Memilik harta yang banyak bisa jadi merupakan kebanggaan bagi seseorang, tetapi bukanlah hal yang menjamin seseorang menjadi bahagia karenanya. Terkadang orang mengukur kebahagiaan dari seberapa banyak harta yang dimilikinya. Padahal belum tentu harta yang banyak itu membahagiakannya. Setiap waktunya dipakai hanya untuk memikirkan bagaimana memiliki, menambah, menyimpan, dan menjaga harta-hartanya itu. Nafsu ingin memiliki lebih banyak lagi dan ketakutan akan kehilangan, membuat ia menjadi terbelenggu oleh harta bendanya.
Ilustrasi : Terbelenggu Harta |
Sesungguhnya sebanyak apapun harta yang dimiliki seseorang di dunia ini, tidaklah seujung kukunya dibanding pemberian Allah nanti di akhirat.
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan."
"Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?"
(Huud 11 : Ayat 15-16)
(Huud 11 : Ayat 15-16)
Kunci kebahagiaan bagi orang yang memiliki harta hanyalah BERSYUKUR. Baik banyak maupun sedikit yang dimilikinya, tidak pernah waktu dan dirinya dihabiskan untuk bergelut dengan harta semata. Ia tidak pernah merasa kekurangan. Dirinya selalu merasa cukup. Inilah "cukup" yang hakiki. "Cukup" yang didasari oleh ketaqwaan kepada Allah. Dia selalu menyadari apa yang dimilikinya saat ini, hanyalah pemberian dari Allah. Tidaklah semuanya ada, kecuali atas izin Allah. Semuanya hanyalah milik Allah yang dititipkan kepadanya.
Seseorang yang merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak akan pernah merasa kekurangan. Harta benda dipergunakan hanya sebagai jembatan untuk meraih keutamaan hanya kepada Allah sebanyak-banyaknya. Setiap memandang hartanya, hanya dzikir dan syukur yang terucap dalam lisan dan hatinya.
"Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan Masya Allah, la quwwata illa billah (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud), tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah,.........."
(QS. Al-Kahfi 18: Ayat 39)
Ia pasti menafkahkan hartanya di jalan Allah, karena ia tahu betapa besarnya balasan dari Allah atas apa yang dilakukannya. Ia yakin bahwa Allah pasti akan membalas perbuatan kebaikan dengan kebaikan yang lebih banyak lagi.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
(Al Baqarah 2 : Ayat 261)
Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Ibrahiim 14 : Ayat 7)
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar