Lihatlah rambu lalu lintas dibawah ini :
Orang tidak akan melalui jalan dari arah depan rambu ini.
Bukan karena takut kepada rambunya, tetapi kepada hukum yang menjadi isi dari
rambu tersebut. Hukum yang terkandung pada rambu itu menuntut kita taat dan
patuh agar kita aman dan selamat dalam perjalanan juga tidak mennyebabkan
timbulnya resiko dan kesulitan. Bila kita berani melanggar rambu ini, maka
tentu kita harus siap menghadapi akibat dari pelanggaran kita ini. Mulai dari kena
tilang polisi hingga resiko kehilangan nyawa.
Hal diatas adalah sekedar gambaran betapa pentingnya
mematuhi rambu-rambu yang telah ada. Terlebih dengan rambu-rambu yang diberikan
oleh Allah kepada kita. Tidak hanya selamat di perjalanan dunia, juga di
perjalanan menuju akhirat. Rambu-rambu seperti : wajib sholat, wajib shaum,
wajib dzakat, melarang berjudi, minum khamr, mencuri, dan lain lain, yang tercantum
dalam Al Quran dan Hadits Implikasi dari
pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah akan berakibat diceburkannya manusia ke
dalam neraka, dan ketaatan akan berakibat manusia dikaruniai surga.
Bagi manusia, neraka adalah tempat kesulitan yang tak berkesudahan,
sedangkan surga adalah tempat kebahagiaan yang abadi. Sehingga sebagian manusia
beranggapan bahwa ia beribadah semata agar terhindar dari neraka, dan berhak
atas surga. Ia takut akan neraka, dan takut tidak masuk surga. Ia beribadah
karena dua makhluq ini. Ia terlupa bahwa ketakutannya dan pengharapannya itu
kepada makhluq. Ia terlupa untuk takut kepada Khaliq Pencipta dari kedua
makhluq itu. Secara tidak sadar ia akhirnya telah menjadikan kedua makhluq ini
sebagai landasan mengapa ia beribadah.
Dalam Hadits Qudsi, bersabda Rasulullah SAW :
Kelak pada hari qiyamat akan
didatangkan beberapa buku yang telah disegel, lalu dihadapkan kepada Allah SWT.
(Pada waktu itu) Allah berfirman:
“Buanglah ini semuanya.”
Malaikat berkata: “Demi kekuasaan
Engkau, kami tidak melihat di dalamnya melainkan yang baik-baik saja.”
Selanjutnya Allah berfirman : “Sesungguhnya
isinya ini dilakukan bukan karena-Ku, dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima
kecuali apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridhoan-Ku.”
(H.Q.R. Bazzar dan Thabarani)
Dalam hadits qudsi lainnya yang senada, Rasulullah SAW
bersabda :
Apabila seseorang beramal
beberapa amalan yang baik, para malaikat naik membawanya dalam satu buku yang
disegel. Buku itu diletakkan di hadapan Allah swt.
Allah berfirman : “Buanglah
buku-buku ini, karena amalan ini dilakukan bukan karena Aku.”
Kemudian Dia memanggil malaikat: “Tulislah
baginya begini dan begini. Tulislah baginya begini dan begini.”
Malaikat menyahut: “Ya Rabbana,
sesungguhnya dia tidak pernah melakukan yang demikian itu.”
Allah berfirman : “Itu adalah
pahala terhadap amal yang pernah ia niatkan.”
(H.Q.R Daruquthni dari Anas r.a.)
Allah mempertakuti manusia dengan siksaannya, yang dalam hal
ini adalah neraka. Sejatinya, bukan nerakanya yang harus ditakuti oleh manusia,
tetapi Pemilik neraka lah yang harus ditakuti, karena hanya Allah yang berkuasa
atas neraka.
“Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di
bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti
hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku.”
Az Zumar (39) : 16
Terlihat dalam ayat diatas, azab neraka adalah sarana Allah
untuk mempertakuti manusia. Tetapi kembalinya adalah kita harus bertakwa kepada
Pemilik azab itu. Takutlah dan berharaplah hanya kepada Allah, karena surga,
neraka, kebaikan, kemudharatan, semuanya bersumber dari Allah.
“Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka
tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Yunus (10) : 107
Harus difahami bahwa surga dan neraka tidak akan mengabulkan
keinginan kita. Keduanya tidak akan pernah merespon ibadah dan do’a kita. Tetapi
Pemilik keduanya lah yang akan mengabulkan dan merespon ibadah dan do’a kita.
Surga dan neraka seharusnya bukanlah menjadi tujuan ibadah kita. Hanya ALLAH
yang menjadi tujuan, dan ke-ridho-an NYA lah yang kita harapkan.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus,
dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.”
Al Bayyinah (98) : 5
Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri) mu di setiap
salat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya".
Al A’raaf (7) : 29
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".
Al Kahfi (18) : 110
-------------------------------------------
Lalu, apakah salah bila kita berdo’a agar terhindar dari api
neraka, dan mengharapkan surga?
Pertanyaan ini pada hakikatnya tidak terkait dengan
penggambaran diatas. Pertanyaan ini bertitik berat pada hal berdo’a, bukan
ketakutan kepada neraka dan pengharapan akan surga. Surga dan neraka dalam hal
ini adalah materi do’a, bukan inti do’a yang adalah merupakan alasan mengapa
kita berdo’a. Sehingga tentunya jawaban pertanyaan ini adalah “tidak salah”,
karena kita berdo’a disebabkan rasa takut kita kepada Pemilik keduanya.
Kelihatan bedanya, kan?
Allah berfirman :
“….. berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan).”
Al A’raaf (7) : 56
Segala sesuatu perbuatan tergantung niatnya, dan ia akan
mendapatkan apa yang diniatkannya.
Wallahu a'lam
Komentar
Posting Komentar